Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan

Senin, 22 Agustus 2022 02:08 pengalihan energi emisi karbon perdagangan karbon
Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan
Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan

ILUSTRASI perdagangan karbon (12RF MALP)

YUKBIZ.COM - Hampir semua pelaku usaha mengakui saat ini masih menanti peraturan lebih rinci dalam pelaksanaan perdagangan karbon di Indonesia. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia Fajar Budiono mengatakan, selama ini agenda menurunkan emisi sudah dijalankan setiap tahunnya oleh pengusaha secara sukarela karena memang pihaknya dituntut untuk melaksanakan dekarbonisasi. 

Upaya tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti penghematan energi, beralih dari bahan bakar fosil ke gas, dan mengganti mesin-mesin yang menghasilkan emisi lebih rendah. 

Fajar bilang, industri petrokimia hulu sudah siap menurunkan karbon emisinya, hanya saja pihaknya masih menunggu perincian bagaimana assesment-nya seperti sampai di level berapa batasan emisi karbon industri dalam negeri dibandingkan dengan negara lain. 

Kemudian emisi yang dihasilkan secara standar industri sejenis ini batasannya seperti apa. 

“Tentukan dulu roadmapnya standar berapa, assesment dilakukan, baru dapat dilihat nanti kekuatan dan kelemahan di mana, ini akan dianalisa terlebih dahulu dan harus melibatkan pelaku industri,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (21/8). 

Menurut Fajar, sampai dengan saat ini pengukuran emisi untuk menjalankan perdagangan karbon masih belum jelas secara kuantitatif, tetapi sebatas kualitatif saja. 

Maka itu, upaya yang dilakukan oleh pelaku usaha juga belum dapat maksimal. 

Pasalnya dalam industri petrokimia hulu-hilir ada tiga hal penting yang berkontribusi besar dalam Beban Pokok Penjualan (BPP) yang juga  menentukan besaran emisi yang akan diproduksi, yakni bahan baku, konsumsi energi, dan logistik. 

Dari sisi energi, saat ini industri sudah bisa menghemat konsumsi listriknya tanpa menurunkan produktivitas. 

Namun persoalan besar ada dari sisi logistik. Fajar mengakui saat ini aktivitas distribusi masih menggunakan truk yang menggunakan solar subsidi (emisinya tinggi). 

Sedangkan kalau menggunakan standar euro 4, harga bahan bakar solarnya seperti Dexlite sudah di atas Rp 16.000 per liter. 

Berita Terkait