Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan

Senin, 22 Agustus 2022 02:08 pengalihan energi emisi karbon perdagangan karbon
Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan
Menanti Aturan Perdagangan Karbon, Para Pengusaha Beri Beberapa Catatan

“Nanti dampak ke logistiknya sampai di mana, ini harus dihitung, percepatan dan hitungan ini timeline-nya (harus) jelas, kapan dan berapa standarnya. Paling berat nanti di logistik dan sumber energi listrik,” kata Fajar. 

Senada, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo mengatakan, berkaitan dengan perdagangan karbon, pengusaha sektor perhutanan mengacu pada UU No 16 Tahun 2016 Tentang Ratifikasi Kesepakatan Paris, utamanya Pasal 5 Tentang Result Based Payment dan Pasal 6 Tentang Perdagangan Karbon Internasional Business to Business. 

Lalu turunannya ada Perpres No 98 Tahun 2021, Tentang Nilai Ekonomi Karbon. 

“Sekarang kami tinggal menunggu turunan implementasi dari Perpres No 98 Tahun 2021, yaitu Permen LHK tentang NDC dan Permen LHK tentang Nilai Ekonomi Karbon, mudah-mudahan bisa segera terbit,” ujarnya saat dihubungi terpisah. 

Sembari menunggu, anggota APHI harus sudah bersiap untuk memulai menghitung baseline serapan karbon dan melaksanakan Aksi Mitigasi guna mendapatkan angka serapan karbon yang kemudian bisa diverifikasi. 

Di sisi lain, Perdagangan Karbon adalah bagian dari Multi Usaha Kehutanan Sesuai UU No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, jadi ini memang bagian dari transformasi industri kehutanan.   

Nah, untuk mencapai Net Sink Forest & Other Land Uses (FOLU) 2030, sesuai Updated NDC target misalnya, dibutuhkan biaya US$ 14 miliar, di mana US$ 8 miliar di antaranya harus dipenuhi dari investasi sektor swasta. 

“Oleh sebab itu, sektor usaha kehutanan sedang bersiap siap menunggu regulasi yang akan segera terbit,” tegasnya. 

Setali tiga uang, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan, perdagangan karbon sebagai salah satu instrumen baru di Indonesia perlu diatur secara benar.   

“Sejauh ini sudah ada aturan Penyelenggaraan Nilai Karbon dalam Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 namun memerlukan peraturan pelaksana yang sedang digodok pemerintah khusunya mekanisme-mekanisme teknis serta pembentukan badan pengelola pasar karbon secara resmi,” ujarnya. 

Adapun, sejauh ini uji coba cap and trade yang pernah dilakukan pada sejumlah PLTU dinilai cukup positif untuk dikembangkan lebih lanjut. 

APLSI menyambut baik serta turut berperan aktif dalam upaya2 dekarbonisasi. 

“Perdagangan karbon yang diatur secara benar dapat menjadi insentif bagi para pengembang untuk melakukan dekarbonisasi dan realokasi investasi dalam mendukung Net Zero Emission,” tandasnya. 

Berita Terkait