Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya

Jum'at, 25 Februari 2022 05:45 konflik Rusia-Ukraina Rusia Ukraina aktivitas ekonomi
Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya
Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya

ILUSTRASI perempuan Rusia (Reuters)

YUKBIZ.COM - Serangan Rusia ke Ukraina kemarin menjadi tanda dimulainya perang. Kekhawatiran yang tadinya sempat mereda kini kembali naik, perang dapat berdampak buruk terhadap perekonomian dunia.

"Pecahnya invasi ini mengejutkan pasar," ungkap Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro dalam risetnya, Jumat (25/2/2022)

Pasca serangan diluncurkan kepanikan langsung terjadi di pasar keuangan global. Pasar saham global anjlok memasuki teritori negatif. Begitu juga dengan perdagangan di bursa Asia seperti STI Singapura turun 3,5%, Nikkei Jepang turun 1,8%, dan IHSG turun 1,5%.

Harga minyak, emas, dan komoditas naik tajam karena investor mengalihkan dana ke aset safe haven. Pada Kamis (24/2), Emas diperdagangkan pada USD1.942,10 per ounce, tertinggi sejak akhir 2020.

Harga minyak dunia berdasarkan West Texas Intermediate 5,61% lebih tinggi pada USD97,27 per barel dan Brent melonjak 5,95% menjadi USD102,60 per barel, melewati level USD100 untuk pertama kalinya sejak 2014.

Harga batu bara acuan untuk kontrak Maret di Ice Newcastle (Australia) meroket 14,27% ke US$ 271/ton. Sementara rekor tertinggi harga batu bara US$ 280/ton yang dicapai pada 5 Oktober 2021 lalu.

Harga CPO mampu menembus harga MYR 6.294/ton padahal pada perdagangan pagi hari, harga CPO sudah menyentuh all time high sejak 1980. Namun, ketika Rusia menyerang dua kota terbesar Ukraina yaitu Kyiv dan Kharkiv, harga CPO melesat tajam hingga 5,22%.

Dolar Amerika Serikat (AS) alami penguatan terhadap mata uang utama. Sebagian besar mata uang Asia pun melemah terhadap dolar AS. Begitu juga dengan rupiah melemah 0,4% menjadi 14.391 terhadap Dolar AS.

Sementara Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun bergerak relatif stabil di level 6,46% di tengah level CDS Indonesia 5 tahun yang terpantau naik 3,7 bps menjadi 102,4.

Andry memandang, bagi pasar keuangan, volatilitas memang akan meningkat dalam jangka pendek. Tidak cuma persoalan perang, pelaku pasar juga mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga acuan AS.

"Volatilitas dalam jangka pendek akan meningkat," jelasnya.

Akan tetapi kondisi perekonomian dalam negeri akan menjadi sentimen positif bagi investor, sehingga dapat menahan gejolak. Antara lain dari sisi inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan dan cadangan devisa yang tinggi.

Berita Terkait