Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya

Jum'at, 25 Februari 2022 05:45 konflik Rusia-Ukraina Rusia Ukraina aktivitas ekonomi
Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya
Saat Rusia-Ukraina Perang, Indonesia Untung atau Buntung? Ini Jawabannya

Terlihat hingga 23 Februari 2022, arus masuk modal di pasar saham tercatat sebesar Rp21,6 triliun (ytd) dan di pasar obligasi sebesar Rp10,2 triliun (ytd). Di sisi lain ada respons cepat pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

"Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan rupiah akan terus bergerak sesuai fundamentalnya sepanjang tahun ini, dengan faktor risiko utama adalah kebijakan The Fed. Begitu pula dengan obligasi Indonesia yang memiliki imbal hasil riil yang masih kompetitif dibandingkan negara-negara sejenis," terangnya.

"Kami terus mempertahankan proyeksi rupiah sebesar 14.388 (dengan rata-rata 14.392 per USD) dan target imbal hasil obligasi 10-tahun sebesar 6,84% pada akhir tahun 2022," kata Andry.

Sementara itu, lonjakan harga minyak dunia dan komoditas seperti batu bara dan CPO akan memberikan pengaruh terhadap perdagangan. Bahana Sekuritas dalam risetnya, memperkirakan neraca perdagangan tetap surplus dengan perkiraan US$ 18 miliar atau lebih rendah dari 2021.

Surplus pada transaksi berjalan (current account) juga kembali terulang pada 2022, meskipun dalam perkiraannya sedikit menyusut menjadi US$ 2 miliar atau 0,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dampak cukup berat adalah pada inflasi. Bahana memandang situasi saat ini akan mendorong kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, sehingga inflasi akan lebih tinggi menjadi 2,5% year on year (yoy). Lemahnya permintaan akan menjadi penahan inflasi. Level tersebut juga masih dalam rentang yang diasumsikan Bank Indonesia (BI).

Kenaikan harga minyak akan memberikan beban terhadap subsidi energi. Pada tahun ini anggaran subsidi energi dalam APBN 2022 sebesar Rp 134,02 triliun. Terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kg sebesar Rp 77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp 56,47 triliun.

"Ada konsekuensi beban subsidi energi," kata Ekonom Maybank Myrdal Gunarto kepada CNBC Indonesia, Kamis (24/2/2022)

Hingga akhir Januari 2022, realisasi subsidi energi sudah mencapai RP 10,2 triliun atau melonjak 347,2%. Lonjakan tersebut terjadi karena kenaikan harga minyak dunia dalam beberapa waktu terakhir.

Tekanan akan semakin berat apabila tidak ada penyesuaian harga BBM dan listrik, khususnya bagi Pertamina dan PLN. Meskipun di sisi lain, apabila pemerintah menaikan harga, efeknya akan terasa pada inflasi dan memukul daya beli masyarakat.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga melihat efek yang sama terhadap APBN. Hanya saja diperkirakan tekanannya tidak akan begitu besar. Sebab Indonesia masih ekspor minyak dan gas, sehingga ketika ada kenaikan harga maka bisa berdampak positif terhadap penerimaan.

"Di nota keuangan APBN 2022 di sini pemerintah bikin simulasi, setiap kenaikan minyak mentah RI, naik 1 dolar AS per barel akan dongkrak penerimaan PPnBM dan PPh Migas Rp 3 triliun," jelasnya kepada CNBC Indonesia.

"Di sisi lain memang spending akan meningkat Rp 2,6 triliun. Tapi net-nya masih ada Rp 400 miliar efek surplus ke APBN," tambah Josua.

Berita Terkait