Salah satu bentuk kampanye negatif tentang sawit yang selama ini digaungkan adalah menggembar-gemborkan industri tanaman penghasil minyak itu telah menyebabkan deforestasi, kebakaran, membunuh orang utan dan merusak gambut.
"Akibat dari kampanye negatif itu, harga tandan buah segar sawit selama beberapa waktu terakhir sangat rendah, yang berimbas terhadap kehidupan petani," ujarnya.
Informasi yang tidak akurat tentang sawit tidak hanya beredar di dalam negeri. Sebab, di mancanegara pun ada kampanye negatif tentang sawit. Akibatnya, produk sawit Indonesia menghadapi resistensi di luar negeri.
"Mereka (pesaing) ingin ekonomi Indonesia tidak kuat sehingga hutang dan bergantung dengan mereka, padahal sawit mampu membantu mengentaskan kemiskinan," kata Misbakhun.
Sawit, lanjut dia, adalah satu-satunya komoditas ekspor yang dikenai bea keluar. Misbakhun menambahkan, Indonesia saat ini merupakan negara penghasil sekaligus konsumen terbesar minyak sawit.
BACA JUGA:
* 33 Provinsi Ikut Ambil Bagian Dalam Pameran Nasional Kain Tradisional Nusantara
* Sandiaga Uno Berencana Beli 2 Pick Up Esemka untuk Operasional OK OCE dan Rumah Siap Kerja
Misbakhun mengatakan, sekitar 60 persen kebun kelapa sawit dikelola petani. Hanya saja 90 persen di antaranya belum mengantungi izin.
Pemerintah tperlu terus berusaha melakukan perbaikan-perbaikan dalam industri kelapa sawit agar memenuhi standar keberlanjutan, di antaranya dengan mandatory sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). (tbn)