Jelajah Kuliner Nusantara: Lontong-Lodeh-Bubuk Dele; Saling Berbaginya Jawa & Tionghoa.

Akan tetapi untuk Lontong Cap Go Meh adalah sebaliknya. Kaum Tionghoa peranakan dengan terbuka menerima adaptasi masakan Nusantara untuk sajian di hari raya mereka.

Pada masanya hal tersebut terjadi sebagai proses dialog budaya yang damai terutama di daerah pesisiran Jawa.

Bahkan lebih jauh, ada yang memberi tafsir atas menu tersebut. Dimana masyarakat Tionghoa peranakan menganggap bahwa lontong adalah lambang kemakmuran. Berbeda dengan bubur yang encer dan mengesankan makanan orang miskin papa. Lontong yang padat adalah lambang rejeki yang 'padat' juga.

Lontong yang bentuknya memanjang juga dapat ditafsirkan sebagai simbol umur panjang.

Sedangkan kekayaan 'rasa' pada paduan Lontong Cap Go Meh, melambangkan berpadunya semua pengalaman rasa pengalaman hidup dalam sebuah akhir kesuksesan dan kebahagiaan.

Ini tentu saja satu keindahan relasi dan keterbukaan untuk saling mempengaruhi dan berbagi hal-hal baik;
Penjual bakmi godog di pelosok Bantul sana, yang mungkin tak pernah tahu sejarah bakmi asalnya dari mana, dengan pede menamai mie olahannya sebagai 'Mie Lethek'.

Sementara, seorang Encim di salahsatu Pecinan Semarang, dengan gembira membuat olahan bumbu Nusantara di hari rayanya, tanpa peduli asal bumbu itu, dan dengan bangga menyebut masakannya sebagai 'Lontong Cap Go Meh'.

BACA JUGA:

* Membeli Makanan Lewat Layanan Pesan Antar? Ini Saran BPOM yang Perlu Anda Ketahui. Penting Banget

* Ketupat, 'artefak hidup' Nusantara

Indonesia kita memang terbentuk atas hal-hal seperti itu. Dan juga tetap akan terus lestari dengan hal-hal seperti itu juga.

Selamat menjelang lebaran.
Selamat mempersiapkan menu terbaik buat keluarga.

Jelajah Kuliner Nusantara: Lontong-Lodeh-Bubuk Dele; Saling Berbaginya Jawa & Tionghoa.