Pabriknya kemudian mengganti merek rokoknya juga.
Nama yang dipilih adalah sebutan Jawa untuk ubi talas, yakni bentul, yang sebelum ada Ejaan Yang Disempurnakan (1973) masih sering ditulis sebagai Bentoel.
Nama perusahaan yang sejak 1951 adalah NV Pertjetakan Liem An itu, pada 1954 berubah menjadi PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel. Setelahnya usaha rokok Ong Hok Liong berkembang. Sebelum 1960 saja, karyawannya mencapai 3.000 orang. Bentoel tak ragu berpromosi.
Dalam iklannya, tertulis: memang betul merokok tjap Bentoel.
"Ketika dia meninggal pada tahun 1967 dia adalah seorang multi jutawan dan Bentoel telah tumbuh menjadi rokok pribumi terbesar kedua di Indonesia," tulis George Quinn dalam Bandit Saints of Java (2019).
Anak-anak Ong Hok Liong lalu menggantikannya. Budhiwijaya Kusumanegara, anak sang pendiri menjadi
Presiden Direktur Bentoel
Pada 1970-an Bentoel termasuk pemain besar nomor 3 dalam pasar rokok Indonesia.
Setelah 1980-an, PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel tidak mampu membayar pinjamannya ke BRI dan Bank Bumi Daya senilai US$ 170 juta. Hutang Bentoel dengan kreditor asing bahkan kemudian menggelembung menjadi US$ 350 juta.
Akhirnya 70% saham keluarga Ong Hok Liong dilego.
Hutomo Mandala Putra gagal membelinya.
Kemudian Bentoel dipegang Peter Sondakh dan Rajawali Wira Bhakti Utama.
Pada tahun 1997, aset Bentoel diserahkan kepada perusahaan baru bernama PT Bentoel Prima dan PT Perusahaan Rokok Tjap Bentoel bubar.