"Kaki dan tangan adek Atri patah," katanya mengisahkan.
Ratri kemudian dibawa ke rumah dan dirawat sendiri oleh ayah dan ibunya, F. Mujiran dan Gina Oktila beserta keluarga.
Menurut Maria, kebetulan ayahnya bisa mengobati penderita patah tulang.
Mujiran mengobati Ratri dengan tangannya dan tidak ingin membiarkan putri keduanya itu berobat secara medis.
"Papa sambil nangis mengurut Atri. Antara tega dan tidak tega," kata Maria.
Selama tujuh bulan lamanya, Ratri hanya berdiam di rumah tanpa aktivitas.
Sampai Ratri benar-benar pulih. Tetapi menyisakan cacat permanen.
Musibah ini sangat mengejutkan dan menyakitkan.
Betapa tidak, Ratri mestinya menjadi atlet PON.
Kiprahnya sebagai atlet badminton sudah dijajakinya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ayah dan ibu Ratri juga sangat terpukul.
Impian menjadi kontingen PON untuk cabang olahraga Bulu Tangkis kala itu sirna.
Lanjut Maria, suatu ketika datang orang menawarkan Ratri masuk kategori difabel.
"Papa sempat nggak terima. Tapi Ratri bilang semoga musibah membawa berkah. Akhirnya papa dukung," tutur Maria. Sejak saat itu, Ratri terus berlatih giat dan jadilah Paralimpian seperti sekarang.