Prediksi Rupiah Bakal Mlesar, Vladimir Putin Kurangi Pasukan di Ukraina

Senin, 28 Maret 2022 03:43 konflik Rusia-Ukraina kurs Rupiah nilai tukar Rupiah
Prediksi Rupiah Bakal Mlesar, Vladimir Putin Kurangi Pasukan di Ukraina
Prediksi Rupiah Bakal Mlesar, Vladimir Putin Kurangi Pasukan di Ukraina

ILUSTRASI Rupiah (Arief Hernawan/Bisnis Indonesia)

YUKBIZ.COM - Di tengah konflik Rusia-Ukraina, ada kabar cukup menggembirakan. Rupiah tercatat stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu meski mencatat penguatan 3 hari beruntun.

Perang antara Rusia dan Ukraina masih menjadi salah satu penggerak utama, selain juga ekspektasi kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.

Rusia akhir pekan lalu mengklaim sudah mengurangi jumlah angkatan bersenjata mereka di Ukraina secara signifikan.

"Secara umum, tahap pertama operasi telah selesai," kata Wakil Kepala Pertama Staf Umum Rusia, sekaligus Kolonel Jenderal, Sergei Rudskoy Sabtu (26/3/2022) waktu setempat

Rudskoy mengatakan Rusia hanya akan berfokus untuk mencapai tahap paling penting. Yaitu mengambil alih Donbas di wilayah Ukraina timur, yang selama ini memang didukungnya keluar dari pemerintah Kyiv.

Sementara itu, bank sentral AS (The Fed) kini diprediksi akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei.

Hal ini menyusul semakin banyaknya para pejabat elit The Fed yang buka suara terkait peluang kenaikan suku bunga yang lebih agresif.

Di pekan ini, dua faktor tersebut masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah, selain itu dari dalam negeri ada data purchasing manager index (PMI) manufaktur serta data inflasi yang akan dirilis pada Jumat (1/4/2021).

Data inflasi menjadi perhatian, sebab bisa memberikan gambaran kapan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, saat pengumuman kebijakan moneter pertengahan bulan ini sekali lagi menegaskan suku bunga akan dipertahankan sampai ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental.

"Saya tegaskan bahwa kebijakan moneter merespon kenaikan inflasi yang bersifat fundamental, yaitu inflasi inti. (Kebijakan moneter) tidak merespon secara langsung kenaikan volatile food maupun administered prices, tidak merespon first round impact, tetapi yang direspon adalah implikasinya," kata Perry saat konferensi pers pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) Kamis (17/3/2022).

Kenaikan inflasi inti saat ini berada di level 2,03% yang merupakan batas bawah target BI 3% plus minus 1%. Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi inti di bulan Maret diprediksi sebesar 2,21%, mengalami kenaikan yang cukup signifikan, sehingga bisa memperkuat spekulasi BI akan menaikkan suku bunga di semester II-2022. Hal ini bisa membuat rupiah menguat.

Berita Terkait