Mulai 5 Juni 2020 Lion Air Group Sementara Kembali Berhenti Terbang

Rabu, 03 Juni 2020 11:22 Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Danang Mandala Prihantoro Lion Air Group Kembali Berhenti Terbang Penerbangan Ditutup YUKBIZ.COM
Mulai 5 Juni 2020 Lion Air Group Sementara Kembali Berhenti Terbang
Mulai 5 Juni 2020 Lion Air Group Sementara Kembali Berhenti Terbang

foto:facebook

Penghentian ini dijadwalkan mulai 5 Juni 2020 sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut. Keputusan menghentikan sementara operasional penerbangan ini diambil berdasarkan evaluasi pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya.


YUKBIZ.COM, JAKARTA - Perusahaan penerbangan yang tergabung dalam Lion Air Group, yakni Batik Air (kode
penerbangan ID), Wings Air (kode penerbangan IW), dan Lion Air (kode penerbangan JT), kembali menghentikan sementara operasional penerbangannya mulai 5 Juni 2020.

Bukan hanya untuk penerbangan domestik, tiga maskapai di bawah naungan Lion Air Group itu juga akan menghentikan sementara operasional penerbangan berjadwal internasional.

"Penghentian ini dijadwalkan mulai 5 Juni 2020 sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut," kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Group, Danang Mandala Prihantoro.

Keputusan menghentikan sementara operasional penerbangan ini diambil berdasarkan evaluasi pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya.

BACA JUGA:

* HIPMI Minta Pemerintah Bantu Ringankan Pajak dan Bunga Bank untuk UMKM

* Menyongsong New Normal, Sebanyak 15 Hotel di Medan Kembali Beroperasi. Berikut Daftarnya

Sebelumnya Lion Air Group menghentikan operasional penerbangannya pada 27 Mei 2020, dan kemudian mulai kembali beroperasi mengangkut penumpang komersil sejak Senin (1/6/2020).

Dalam masa penutupan itu manajemen melakukan sosialisasi terkait persyaratan yang harus dipenuhi penumpang sesuai dengan protokol kesehatan yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19.


Di antara beberapa persyaratan itu adalah calon penumpang harus menunjukkan dokumen atau berkas surat keterangan atau sertifikat bebas Covid-19, surat keterangan bebas gejala seperti influenza bagi daerah yang tidak memiliki fasilitas RT-PCR maupun rapid test.

Surat tugas sesuai instansi, hingga mengisi kartu kewaspadaan kesehatan elektronik (electronic Health Alert Card/ e-HAC) sebelum berangkat.

Dari hasil evaluasi, ternyata, banyak calon penumpang yang tidak dapat melaksanakan perjalanan udara karena tidak memenuhi kelengkapan dokumen-dokumen dan ketentuan yang telah ditetapkan selama masa kewaspadaan pandemi virus corona (covid-19).

"Lion Air Group harus menjaga serta memastikan kondisi kesehatan fisik dan jiwa seluruh karyawan berada dalam keadaan baik, setelah pelaksanaan operasional penerbangan sebelumnya," ujar Danang.

Manajemen belum dapat memastikan kapan Lion Air Group akan kembali mengudara.

Meski demikian, Lion Air Group berjanji akan memfasilitasi calon penumpang yang sudah memiliki atau membeli tiket (issued ticket) dapat melakukan proses pengembalian dana tanpa potongan (full refund) atau perubahan jadwal keberangkatan tanpa tambahan biaya (reschedule).

Tes PCR Mahal

Terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), Irfan Setiaputra mengeluhkan mahalnya proses atau syarat menumpang pesawat ketimbang harga tiket.

BACA JUGA:

* Kisah Inspiratif: Berawal dari Grup Facebook, Tukang Reparasi dari Jember Ini Sukses Ciptakan Mobil Listrik

* Penderita Diabetes dan Hipertensi Diingatkan Untuk Lebih Hati-hati Terhadap Covid-19

Salah satunya, tes PCR (polymerase chain reaction) yang rata-rata dipatok hingga Rp2,5 juta.

Irfan khawatir proses yang mahal itu akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk membeli tiket pesawat. Dengan kata lain, industri transportasi udara akan sulit bangkit di tengah pandemi virus corona.

"Tes PCR yang Rp2,5 juta dan beberapa sudahmenurunkan harganya itu harganya lebih jauh mahal daripada (tiket) untuk bepergian," ucap Irfan, Selasa (2/6/2020).

Ambil contoh, harga tiket pesawat Jakarta ke Surabaya hanya sekitar Rp1,5 juta. Angkanya lebih murah ketimbang biaya yang harus dikeluarkan untuk tes PCR.

"Apalagi, kalau bepergian tujuh hari yang berarti harus PCR dua kali dan biaya harus Rp 5 juta, sementara perjalanan bolak-balik hanya Rp1,5 juta," ujar Irfan.

Untuk itu, ia mengusulkan agar prosesnya disederhanakan dan biaya PCR bisa lebih murah. Jika tidak, maka kinerja industri berpotensi semakin anjlok ke depannya.

"Ke depan, industri penerbangan akan menghadapi penurunan drastis dari segi penumpang," ucapnya.

Di sisi lain, Irfan menyatakan bisnis Garuda Indonesia berbeda dengan maskapai lainnya. Sebab, perusahaan tak bisa asal menghentikan operasional meski penumpang terus menurun, seperti maskapai lainnya.

"Kami ini perusahaan nasional, mandat kami adalah memastikan konektivitas dan menyambungkan antar bangsa. Oleh sebab itu Garuda Indonesia tetap terbang dan melayani semua rute," jelas Irfan.

Untuk mengakali itu, manajemen menurunkan frekuensi penerbangan demi menjaga kinerja perusahaan. Sebagai contoh, perusahaan sebelumnya menyediakan enam kali penerbangan dalam satu pekan ke Amsterdam, tapi kini dikurangi menjadi hanya satu kali dalam seminggu. (*)



Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Lion Air Group Kembali Berhenti Terbang, Biaya Tes PCR Lebih Mahal dari Tiket Pesawat, https://www.tribunnews.com/bisnis/2020/06/03/lion-air-group-kembali-berhenti-terbang-biaya-tes-pcr-lebih-mahal-dari-tiket-pesawat?page=all

 

Mulai 5 Juni 2020 Lion Air Group Sementara Kembali Berhenti Terbang 

Berita Terkait