Kondisi Suku Bunga BI Tertinggi Dalam Dua Tahun, Ekonom Ungkap Dampaknya

Senin, 26 September 2022 03:53 Bank Indonesia suku bunga Bank Indonesia suku bunga acuan
Kondisi Suku Bunga BI Tertinggi Dalam Dua Tahun, Ekonom Ungkap Dampaknya
Kondisi Suku Bunga BI Tertinggi Dalam Dua Tahun, Ekonom Ungkap Dampaknya

ILUSTRASI suku bunga acuan Bank Indonesia (sindonews)

YUKBIZ.COM - Pengetatan kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan fiskal yang juga lebih ketat pada tahun depan dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi. 

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga acuan yang lebih agresif untuk mengatasi lonjakan inflasi berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi ke depan. 

Oleh karena itu, menurutnya upaya pengendalian laju inflasi saat ini perlu dimaksimalkan, khususnya setelah kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Selain itu, Faisal mengatakan dorongan kepada dunia usaha juga menjadi salah satu tantangan. 

Pasalnya, pemerintah telah mengurangi banyak insentif, terutama untuk tahun depan sejalan dengan target defisit APBN yang harus kembali ke bawah level 3 persen. 

Faisal berpendapat, penarikan insentif untuk pemulihan dunia usaha perlu dilakukan secara selektif dan bertahap, mengingat belum semua sektor telah kembali pulih. 

“Pengurangan pemberian insentif 2023 harus pelan-pelan dan bertahap, mengikuti skala prioritas dengan melihat sektor mana yang sudah bisa dikurangi atau belum, karena setiap sektor memiliki tingkat pemulihan dan daya tahan yang berbeda,” katanya kepada Bisnis, Minggu (25/9/2022). Dia mencontohkan, sektor pariwisata saat ini bahkan belum kembali ke level sebelum pandemi Covid-19. 

Oleh karena itu, insentif pada sektor ini perlu diertimbangkan untuk tetap diberikan. 

Demikian pula untuk sektor lainnya yang belum kembali pulih. 

“Demikian juga insentif yang sifatnya kontraproduktif antara satu dengan sektor lainnya perlu dipertimbangkan ulang dalam kondisi sepeti ini, intinya perlu ada skala prioritas dalam normalisasi kebijakan fiskal,” jelasnya. 

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, upaya menanggulangi dampak dari inflasi juga perlu dilakukan sehingga tidak menghambat pemulihan ekonomi.

“Karena jika inflasi sudah tinggi, kebijakan fiskal ketat, insentif banyak dikurangi, dan kebijakan moneter ketat, pada akhirnya akan berdampak pada pertumbuhan sektor riil. Padahal pada 2023, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi justru lebih tinggi di 5,3 persen,” kata Faisal. 

Sebagaimana diketahui, pada Rapat Dewan Gubernur September 2022, Bi mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin ke level 4,25 persen. 

Berita Terkait