KemenKopUKM Bangun Rumah Produksi Bersama di Minahasa Selatan untuk Percepat Hilirisasi Produk Kelapa

Senin, 26 September 2022 06:36 produk kelapa Rumah Produksi Bersama UMKM di Riau UMKM UMKM di Pekanbaru
KemenKopUKM Bangun Rumah Produksi Bersama di Minahasa Selatan untuk Percepat Hilirisasi Produk Kelapa
KemenKopUKM Bangun Rumah Produksi Bersama di Minahasa Selatan untuk Percepat Hilirisasi Produk Kelapa

ILUSTRASI Teten Masduki (Antara)

YUKBIZ.COM - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) akan membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) olahan kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara. 

RPB tersebut nantinya akan dikelola oleh koperasi untuk mempercepat hilirisasi produk kelapa milik para petani. 

Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam Peletakkan Batu Pertama RPB Produk Kelapa di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara mengatakan Sulawesi Utara khususnya Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu sentra produksi kelapa terbesar di Indonesia. 

Produksinya kelapa di Sulawesi Utara mencapai lebih dari 270.000 ton pada 2021. 

Sayangnya, produksi kelapa ini belum memberikan nilai tambah bagi petani kecil secara langsung. 

"Selama ini petani hanya menjual kelapa utuh. Harganya kadang murah dan nilai tambahnya tidak dapat diterima. Saya dapat gambaran, rata-rata per butir Rp2.000. Ini kalau diolah jadi virgin coconut oil (VCO) bisa Rp12.000 rupiah per butir," kata Teten dalam siaran pers yang diterima Kompas.com. 

Selain itu, Teten menambahkan untuk setiap 100 kg kelapa juga dapat menghasilkan sabut 25 kg yang dapat diolah menjadi 7,5 kg cocofiber dengan harga Rp2.000 per kilogram, dan 16 kilogram cocopeat seharga Rp500 per kilogram. 

Tempurung kelapa juga dikatakan dapat diolah menjadi briket atau arang yang dikatakan saat ini memiliki permintaan banyak dari luar negeri.

"Pelaku usaha juga sedang investasi besar-besaran pada produk kelapa. Jadi ini punya nilai ekonomi yang besar lebih dari sawit dan tidak ada isu lingkungan. Ini jadi kekuatan unggulan kita," kata Teten. 

Menurutnya, para petani tidak mungkin mampu mengolah produk secara mandiri karena teknologi yang digunakan cukup mahal. 

Maka dari itu, pembangunan RPB ini telah menjadi langkah besar sebagai upaya hilirisasi produk olahan rakyat. 

Namun, Teten menekankan RPB ini harus dirawat secara baik agar dapat bertahan dalam kurun waktu yang lama. 

Berita Terkait