Dampak Sertifikasi RSPO Bagi Petani Sawit Swadaya

Rabu, 17 Mei 2023 07:19 sertifikat RSPO harga sawit Inhul harga sawit kelapa sawit Riau
Dampak Sertifikasi RSPO Bagi Petani Sawit Swadaya
Dampak Sertifikasi RSPO Bagi Petani Sawit Swadaya

ILUSTRASI 

YUKBIZ.COM--Petani sawit swadaya berkeinginan agar hasil dari usaha perkebunan yang dijalankan pihaknya, minimal bisa setara dengan harga yang didapatkan oleh para petani plasma. 

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-PIR) Provinsi Riau Sutoyo mengatakan sebagai sesama petani sawit, hasil yang diterima petani swadaya dengan petani plasma masih belum setara. 

"Kami berharap hasil produksi petani swadaya minimal setara dengan petani plasma. Keinginan ini dapat diwujudkan melalui sertifikasi mulai dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), hingga International Sustainability and Carbon Certification (ISCC)," ungkapnya, Senin (15/5/2023). 

Menurutnya memang dengan melakukan sertifikasi inilah hasil produksi yang diterima petani bisa meningkat, sehingga kehidupan petani dapat lebih sejahtera dibandingkan sebelumnya. 

Sutoyo memaparkan pihaknya melalui Asosiasi Petani Sawit Swadaya Anugrah di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, telah mengajukan 576 hektare kebun sawitnya, untuk mendapatkan sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dan kini tinggal menunggu hasil auditnya dan penerbitan sertifikat tersebut. 

Dia mengatakan perjuangan kelompok tani sawit swadaya itu telah dimulai sejak 2014 silam, dimana ketika itu maraknya pegiat lingkungan atau non goverment organization (NGO) yang menghembuskan isu sawit merusak lingkungan sekitar. 

"NGO kala itu bahasa kami adalah menyatroni dan kurang suka dengan dunia perkebunan serta perusahaan, juga menyampaikan sawit ini identik dengan deforestasi. Dari kondisi itulah kami mencari solusi bagaimana para pekebun bisa menjual hasil sawitnya dengan lebih baik," ungkapnya. 

Tidak hanya kepada petani, NGO juga mengirimkan surat kepada perusahaan, yang memicu korporasi tidak bernyali untuk membeli sawit dari hasil produksi petani swadaya.  

Akhirnya kelompok tani mencari langkah dan solusi dengan cara berdiskusi dan bernegosiasi dengan Asian Agri, untuk dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang dihadapi tersebut. 

Di antaranya dengan melakukan tracking atau penelusuran lahan sawit petani swadaya, yang ujungnya memang diketahui benar-benar diperuntukkan dan ditanam di area perkebunan. 

Selanjutnya dilakukan pengurusan surat tanda daftar budi daya, dan diterima seluas 68 hektare untuk pertama kali bagi 1 kelompok tani.

Seiring berjalannya waktu dengan kegigihan poktan serta bimbingan Asian Agri, akhirnya para petani mendapatkan legalitas lembaga dengan mengurus akta notaris pada 2016 lalu. 

Berita Terkait